Aloha! Beberapa bulan terakhir, terutama di masa-masa pancaroba, penyakit batuk pilek hampir muter terus di rumah, Ga cuma di keluarga saya, di keluarga temen-temen saya, saudara, dan tetangga ternyata juga mengalami hal yang sama.
Mungkin, mungkin nih ya, IMHO, salah satu pemicunya selain kelabilan musim di wilayah kita saat ini adalah penggunaan masker yang sudah mulai longgar ya. Batuk pilek juga udah jadi hal yang biasa lagi, ga ada pikiran ah kena covid deh kayaknya. Masyarakat juga udah lelah piikiran ya sepertinya berhubungan sama covid.
Selain itu, yang lagi mengkhawatirkan banget belakangan ini adalah kondisi polusi udara di Jabodetabek yang semakin tinggi. Mau ajak anak main keluar di luar jam jemur pagi-sore jadi lebih mikir :3
Bukannya gak seneng sekarang udah gak perlu pakai masker lagi ya. Kalo saya lebih ke lega sih karena ketakutan kalo gak bermasker bakal kena virus mematikan, udah cukup berkurang. Cuma memang yang kasian ya anak-anak ini ya. Yang belum bisa diberikan vaksin covid dan rata-rata balita sekarang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan karena bentrok dengan pandemi, sehingga kurang ‘berkenalan’ dengan virus yang bermacam ragam itu.
Ditambah, bayi-bayi generasi pandemi banyak yang mulai mengawali masa pertama sekolah. Ketemu langsung ‘breg’ sama banyak orang yang satu ruangan. Kemarin pas anak saya yang pertama masuk sekolah juga gitu. Dua hari masuk sekolah, hari ketiganya libur, tapi malemnya sakit, jadi hari keempat udah gak masuk sampai 5 hari berikutnya :3 Sebenarnya dia seneng banget memulai masa sekolahnya, tapi mungkin karena kecapean dan kondisi ketemu banyak orang tanpa filter tadi juga jadi salah satu pemicu dia akhirnya sakit.
Cerita lengkapnya saya coba mulai yaa. Semoga bisa jadi informasi bermanfaat buat PakBuk juga yaa
Gejala awal sakitnya apa saja?
Tanggal 17 Juli yang lalu adalah hari Senin, hari pertama anak pertama saya, Agni, masuk sekolah. Sebelumnya, hari Jumat, dia menunjukkan gejala pilek, meler juga, tapi sesekali saja dan kelihatannya gak mengganggu karena anaknya masih aktif juga, Saya pikir hanya alergi biasa. Di hari Sabtunya, bahkan dia juga menolak tidur awal karena mau membantu saya menyiapkan ulang tahun pertama adiknya di hari Minggu, 16 Juli. Di hari Minggunya, ada om tante-nya juga yang datang ke rumah dan dia main-main, ngajak jalan om-nya, keliling komplek. Masih heboh ngapa-ngapain pokoknya. Nah, mungkin ini jadi salah satu penyebab juga ya. Kecapean. Padahal besoknya dia mulai sekolah.
Singkat cerita, di hari Selasa malam tanggal 18 Juli, Agni mulai batuk-batuk. Batuk biasa, sesekali. Hari Rabu-nya, tanggal 19 Juli, itu hari libur nasional, jadi dia memang tidak sekolah. Menjelang siang, Agni mulai kelihatan gak nafsu makan, pengennya tidur. Saya dan papanya kira dia masuk angin biasa kan. Akhirnya siang itu dia nap lebih awal. Setelah bangun tidur siang sekitar jam setengah 4-an, langsung mau makan. Lancar dan habis makannya.
Tapi jangan seneng dulu. Selang beberapa waktu, Agni muntah-muntah. Setelah muntah itu kita cek nafasnya memang lebih cepet dari biasanya, udah lebih dari normalnya nafas anak yang sekitar 40 per menit, Akhirnya kami konsul juga ke adik ipar yang seorang dokter apakah perlu langsung dibawa ke dokter atau gak karena tidak ada gejala berat sebelumnya. Batuk biasa hanya sesekali, tanpa demam juga. Bodohnya masih mikir itu masuk angin biasa. Cuma yang jadi concern memang pola nafasnya yang cepat.
Saat itu kata adik ipar bisa dicoba dulu untuk diuap pakai uap air panas biasa untuk membantu menetralkan kecepatan nafasnya yang waktu kemarin dirasa muncul karena batuknya dan dahak yang gak bisa keluar. Kemudian dipantau lagi sejam ke depan.
Seelah diberi uap, Agni bilang sudah enakan. Sudah cukup lega. Nafasnya sudah tidak secepat sebelumnya, tapi masih mengkhawatirkan juga menurut saya. Kayak masih terlintas “kayaknya ada sesuatu sih ini”. Dan benar, insting ibu memang ga bohong yaa.
Setelah Agni enakan tadi, dia sempat makan roti dan martabak manis. Belum selesai makan dia muntah-muntah lagi. Totalnya jadi 6x kalau sama yang tadi siang. Nafasnya juga makin cepat lagi. Perutnya sampai agak cekung dan nafasnya pendek-pendek. Agni pun ngeluh dadanya sakit T.T Cek saturasi pakai alat yang ada di rumah saat itu saturasinya 85. Langsung kami berangkat ke rumah sakit. Itu sekitar jam 6-an sore pas Maghrib.
Tindakan dari RS
Sampai di IGD, Agni langsung di-nebu dan diinfus, Setelah diobservasi, Agni perlu rontgen dada dan ambil darah juga. Salut banget sama anak ini, emaknya cuma nenangin bilang “kalau disuntik sakit sedikit ya, biar cepet sembuh”, dia gak ada nangis-nangisnya. Merem selama disuntik. Nurut sama yang susternya bilang juga. Pas dirontgen dan dia harus ditinggal sendirian di bilik pun ga ada nangis atau teriak-teriaknya. Makasih ya sayang, ga ada drama sama sekali sama semua tindakan di RS. Mamanya yang terheran-heran, huhu.
Dari hasil rontgen dan lab, Agni dsuspek bronkitis. Untuk tindakan dan pemulihan lebih lanjut, dokter menyarankan untuk dirawat dan sementara harus dirawat di PICU terlebih dulu.
Remuk udah hati rasanya. Gak nyangka ternyata jadi seserius ini. Sampai harus masuk PICU T.T Kebayang di PICU dia cuma sendirian, ga boleh ditungguin. Belum pernah seumur-umur dia ditinggal sendirian, dan belum tau juga harus berapa lama kan. Tapi demi kesembuhannya, demi pemulihan yang terbaik, harus rela Agni masuk PICU.
Dari IGD, Agni langsung dipindah ke PICU. Malam itu yang nemenin papanya. Papanya stand by di ruang tunggu, jadi kalau sewaktu-waktu Agni nangis atau butuh papanya, bisa langsung dateng. Malam itu saya ikut nganter juga sampai ke PICU. Puji Tuhan suster yang jaga di ruangan juga baik. Di ruangan itu ada beberapa bed untuk dewasa dan 2 bed untuk anak-anak. Pas Agni masuk, semua bednya kosong, jadi seruangan cuma Agni sendiri.
Susternya dengan ramah juga menjelaskan kalau nanti Agni akan ditemeni sama suster aja, papa harus tunggu di luar. Kalau mau pipis, mau makan, ada yang sakit badannya, dll, bisa panggil susternya. Malam itu masih takut, gak kebayang gimana ni anak yang biasanya gelendotan sama mama papanya kalau mau tidur, bisa tidur sendirian di sana. Cuma bisa kasih pengertian ke Agni kalau nanti tidurnya ditemenin suster, papa nungguin tapi di luar, kalau mau pipis, laper, ada yang sakit, pengen ketemu papa, bisa panggil tante suster. Mama harus pulang dulu karena adek mau mimik, belum bisa ditinggal. Udah, cuma berharap dia bisa ngerti.
Malam itu papanya bisa nungguin dia sampai tidur. Setelah tidur, Agni ditinggal sampai pagi.
Besoknya, pas jam besuk, saya juga dateng dan masuk ke ruangan PICU. Puji Tuhan segala ketakutan saya tidak terbukti. Ternyata ketakutan saya benar-benar berbeda dengan cerita dari suster yang nemenin Agni. Semalaman sampai saya datang itu, Agni banyak cerita. Sering minta susternya bacain buku juga. Saya memang bawain beberapa buku cerita takut kalau dia bosen, ternyata beneran dipakai. Kalau mau pipis, dia berani bilang juga ke susternya. Bahkan, jalan-jalan pula di kasur udah kayak model, kata susternya ^^’
Kaget banget haha karena biasanya Agni banyak diemnya kalau sama orang baru. Ternyata di sini dia nunjukkin kalau dia mulai berani mengekspresikan dirinya. Puji Tuhan ya, nak, ketemu orang-orang baru, suster dan dokter yang juga bikin nyaman Agni.
Di hari ke-2 ini juga baru keluar diagnosa lanjutan dari dokter kalau Agni terkena bronkopneumonia. Waktu ditanya papanya (saya ga di RS pas dokternya visit) penyebabnya kira-kira apa, dokter bilang untuk anak di bawah 5 tahun masih sulit untuk menentukan penyebab pastinya. Kemungkinan besar karena alergi dan mungkin bisa jadi bakal asma.
Malamnya, puji Tuhan Agni udah bisa pindah ke ruang rawat biasa, meskipun masih harus dinebu dan pakai infus.
Setelah perawatan di unit rawat anak, makin hari Agni makin membaik. Meskipun kadang ada dramanya — makanan ga dimakan, makin susah makannya, kalau mamanya dateng pura-pura cuek (kayak marah karena aku ga bisa nemenin di RS), kalau papanya pergi nangis sesenggukan sampai orang-orang yang gantiin papanya jaga (aku atau eyangnya) di-dingin-in — tapi seneng karena makin hari Agni makin membaik.
Di hari ke-4, Sabtu sore, akhirnya Agni sudah bisa pulang. Udah ga ada sesak, tinggal batuknya yang masih suka muncul. Kata dokter untuk batuknya memang ga akan langsung hilang, beberapa hari ke depan pasti batuknya masih akan ada, perkuat imun aja, minum vitamin, dan minum obat dari RS juga.
Jadi, penyebabnya apa sih sebenarnya?
Kalo dari case Agni, sementara karena alergi. Dia memang ada alergi debu dan dingin. Untuk sesaknya bisa jadi juga terpicu karena ada riwayat keluarga. Tapi secara keseluruhan memang belum bisa dipastikam penyebabnya apa. Sementara ini ya harus jaga-jaga betul jangan sampai debu-debu nakal menyerang, boneka-boneka dan barang-baramg berbulu mulai disimpan. Dipastikan juga kalau mau dipakai sudah bersih dan bulunya ga rontok/mudah lepas. Mulai jaga jarak juga sama kucing, anjing, binatang-binatang berbulu pokoknya.
Sekarang, puji Tuhan Agni sudah sembuh. Tapi di kondisi cuaca dan polusi udara yang masih mengkhawatirkan saat ini, tetep ga boleh terlena sama daya tahan tubuh anak. Keliatannya mungkin sehat-sehat aja, tapi jaga-jaga tetap saya kasih vitamin (saya biasa kasih imunped dan D3), madu, dan lebih dirutinin lagi konsumsi buah – sayurnya. Setiap hari gak boleh bosen juga ingetin untuk rajin minum air putih.
Semoga pengalaman saya bisa bermanfaat untuk PakBuk semua yaa 🙂
Salam sehat!