Aloha! Keputusan menjadi ibu rumah tangga atau stay-at-home mom tentu bukan keputusan yang mudah dan diambil tanpa berpikir matang. Takut gak dibilang orang-orang “sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya cuma di rumah, kuliah susah-susah ujung-ujungnya cuma ngurus anak”? Hehe, udah mati rasa kayanya tiap denger netijen cuit-cuit begitu. Semakin ke sini udah mulai semakin masa bodo, toh mereka juga ga ngebiayain hidup keluarga saya. Kondisi keluarga saya beda dengan mereka. Visi dan nilai-nilai yang saya punya juga ga sama. Jadi cuekin aja komen-komen yang ga konstruktif. Jangan sampai jadi ga bertumbuh cuma karena sentimen orang lain.
Tentu ada banyak hal yang mempengaruhi keputusan saya untuk menunda bekerja full time dan memilih mendampingi anak saya di rumah, tanpa nanny maupun ART.
Kesejahteraan Mental Anak
Hal ini menjadi satu faktor yang paling berpengaruh dalam keputusan saya. Saya menjalani kehidupan sebagai perempuan yang ngalahan, kadang kurang percaya diri, takut untuk mencoba suatu hal baru, dan beberapa hal lain yang menurut saya negatif atau membuat saya tidak maksimal dalam mengaktualisasi diri saya. Tentu tidak lepas dari budaya keluarga saya, sehingga membentuk saya seperti saat ini. Dan mohon dicatat juga bahwa bukan hak saya sebagai seorang anak menyalahkan orang tua saya dengan budaya parenting yang mereka terapkan karena kondisi dulu ketika mereka menghadapi kecilnya Rani, sangat berbeda dengan saat sekarang saya membesarkan Agni. Akses informasi mengenai dunia parenting dan isu kesehatan mental jaman dulu tidaklah segencar sekarang. Dulu, orang tua kita hanya bisa melihat / meniru model pengasuhan dari orang tua mereka atau keluarga yang ada di sekitar mereka. Sekarang, banyak sumber literasi terpercaya, berbagai acara bertopik parenting dan kesehatan mental digelar, dan media sosial memberi beragam bentuk informasi inspiratif yang bisa mendukung kita mengoptimalkan potensi anak kita.
Untuk itu, saya punya harapan yang besar pada anak saya, dengan saya dampingi langsung, saya lebih punya kesempatan untuk membentuk dirinya seoptimal mungkin, sehingga seiring bertambah dewasa, ia bisa menjalani hidupnya dengan lebih baik dan menerima apapun keadaan dirinya dengan lebih bangga. Berat dong ya tanggung jawabnya? Iya dong. Tanggung jawab pada anak bukan hanya sekedar saat dia lahir saja, tapi sampai dia besar dan bisa menjadi berkat juga untuk orang-orang di sekitarnya. Yang kita besarkan anak manusia lho, yang suatu saat bisa jadi teman untuk orang yang lain, jadi pasangan untuk pasangannya kelak, jadi orang tua untuk keluarganya nanti. Pasti kita sebagai orang tua mau anak kita jadi anak yang bahagia dan berguna untuk dunianya kelak, kan? Hehe
Finansial Keluarga
Kondisi finansial keluarga harus benar-benar diperhitungkan saat mengambil keputusan menjadi seorang IRT. Pengeluaran pasti akan bertambah, tapi pemasukan bisa saja tetap sama, bahkan berkurang ketika saya tidak bekerja full time lagi. Seiring berjalannya waktu pun segala sesuatu bisa berubah. Sebisa mungkin hal ini dibicarakan di awal ya, parents. Seandainya ada kejadian darurat atau ga terprediksi, yang bisa membuat kondisi keuangan memburuk, tetep harus dihadapi dan dicari solusinya bersama, jangan saling menyalahkan.
Support System
Support system ini salah satu yang paling bisa memantapkan pilihan saya dan menguatkan saya ketika dalam perjalanan saya merasa ‘lelah’. Support system terbesar saya tentu suami saya sendiri. Meskipun terkadang kami berpikir untuk sama-sama bekerja lagi, tapi segala pertimbangan membawa kami kembali lagi ke keputusan untuk saya mendampingi anak di rumah. Dengan diskusi yang telah berproses, segala resiko yang mungkin akan dihadapi, harus siap dihadapi bersama. Support system saya yang lain adalah lingkungan tempat saya tinggal, baik lingkungan fisik, maupun orang-orang yang tinggal di sekitar saya. Puji Tuhan saya bisa tinggal di lingkungan yang cukup baik, ‘ramah’ untuk saya dan juga keluarga. Gak bikin bosen dan mati gaya hehe. Kalau lagi bosen di dalem rumah, bisalah keluar rumah, main di teras atau keliling komplek tanpa perlu merasa was-was dengan keamanan diri saya. Tetangga juga cukup suportif, guyub, bisa memberi rasa nyaman kepada saya dan keluarga. Karena sehari-hari di rumah, lingkungan sekitar juga harus mendukung ya. Kalau ga mendukung ya bisa juga sih sebenarnya, tapi lebih menantang aja kan hehe.
Mimpi Ibu
Saat mengambil keputusan untuk menjadi SAHM, perlu dipertimbangkan apakah mimpi yang saya punya mendesak untuk diraih, membawa manfaat yang lebih besar unruk keluarga saya, memungkinkan untuk dilakukan tanpa mengorbankan hal lain yang lebih besar. Banyak mimpi yang harus saya tunda karena mengambil keputusan untuk mendampingi keluarga di rumah. Terkadang ada rasa kangen juga sama proses meraih mimpi itu. Tetapi ya memang belum memungkinkan untuk dilakukan dalam kondisi saya saat ini. Berusaha mengikhlaskan sembari menjalani apa yang sedang saya jalani saat ini. Live in the moment. Siapa tahu, nanti ada mimpi lain yang bisa saya raih malah ketika saya jalani hidup saya saat ini. Bawa dalam doa, percaya Tuhan akan beri yang lebih tepat
Kehadiran Orang Lain
Saya bukan termasuk orang yang mudah untuk bisa tinggal dengan orang lain, terlebih orang di luar keluarga inti saya. Yang terbayang saat mempertimbangkan untuk menjadi SAHM adalah jika saya tidak di rumah, harus ada orang lain yang tinggal di rumah saya untuk mengurus rumah dan anak-anak, dan saya belum siap untuk itu. Karena apa? Karena belum tentu satu visi misi dengan saya, satu value dengan saya, dalam mengurus anak-anak dan rumah. Baik itu orang tua, keluarga, bahkan orang di luar keluarga seperti nanny / helper. Mungkin nanti ketika anak saya sudah lebih besar, saya bisa lebih menerima kehadiran orang lain di dalam rumah saya hehe.
Kurang lebih poin-poin ini yang menjadi pertimbangan saya sebelum memutuskan untuk tetap di rumah, bekerja dari rumah, mendampingi keluarga saya. Tiap keluarga tentu punya concern yang berbeda ya, parents. Semoga bisa membantu parents juga nih yang lagi galau untuk tetep bekerja di luar rumah atau mendampingi keluarga dari rumah. Semua keputusan baik ya parents karena semuanya demi kebaikan keluarga, tapi memang kita harus siap dengan segala resikonya. Tetap semangat membersamai keluarga kita, teman-teman 😀
Kalau temen-temen, pertimbangan apa yang kalian punya sampai memutuskan untuk menjalani rutinitas temen-temen saat ini? Share di kolom komentar yaa 😊