“I see myself as a mom first. I’m so lucky to have that role in life. The world can like me, hate me, or fall apart around me and at least I wake up with my kids and I’m happy.”
-Angelina Jolie-
Aloha! Sebagai seorang perempuan yang dibesarkan oleh keluarga yang menjunjung prestasi, terlebih dalam hal kesuksesan akademik dan kesejahteraan finansial, menjadi seorang ibu rumah tangga atau biasa dikenal dengan stay-at-home-mom, bagi saya bukanlah suatu keputusan yang mudah. Mimpi untuk menjadi perempuan karir, meneruskan sekolah ke luar negeri, dan menabung untuk berbagai hal yang diinginkan perlu saya tunda untuk sementara waktu. Tak pernah terbayangkan dalam benak saya sebelumnya, hari-hari saya akan penuh dengan aktivitas anak, memasak, daily cleaning di rumah, dan segala urusan domestik yang selalu bikin ‘seru’ 😀
Menikah dan keinginan untuk mempunyai anak (dengan beberapa persyaratan personal) membuat saya akhirnya berani mengambil keputusan untuk jeda dari rutinitas pekerjaan, terlebih pekerjaan terakhir saya yang cukup dinamis. Pekerjaan saya mengharuskan saya untuk main-main ke tempat klien, kadang mondar-mandir ke luar kota. Kalau ada projek besar juga bisa di kantor dari pagi sampai malam, bahkan kadang nginep di rumah temen kantor (pas belum nikah) atau sewa apartemen/penginapan bareng temen-temen 1 tim. Dengan jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh juga, sekitar 45 – 60 menit kalau lancar, ditempuh dengan kendaraan roda 4, saya enjoy menjalani rutinitas pekerjaan saya. Meskipun, untuk ke kantor saya memilih naik kereta, dan karena alasan personal (panjang ceritanya hihi), saya harus naik kereta pertama dari Bekasi jam 4.15 atau 4.30, ikut sampai stasiun Kota, dan balik lagi turun di stasiun Jatinegara. Kenapa ikut dulu sampai Kota? Supaya gak kepagian sampai kantor hehe. Jadi, jam setengah 3 pagi saya harus bangun karena harus kasih makan 2 guguk dulu di rumah, trus mandi, pesan gojek maksimal jam setengah 4 pagi, supaya bisa ngejar naik kereta pertama atau kedua. Ini waktu belum nikah yaa hehe. Lelah banget waktu itu, tapi karena saya juga enjoy dengan dunia kerja yang saya jalani saat itu, terlebih dengan tim yang super suportif, saya tekuni semuanya dengan sukacita.
Setelah menjalani pernikahan beberapa bulan, masalah kesehatan mulai sering datang, terlebih terkait hormonal. Saya sering flek berminggu-minggu. Suka bertanya-tanya apa karena ini saya jadi belum hamil-hamil (meskipun baru 10 bulan pernikahan). Mungkin terkesan ngebet yaa hehe. Kan tiap orang punya alasan yang berbeda-beda ya soal punya anak. Ada yang pengen cepet hamil, ada yang ‘nanti dulu deh’, dan ga ada yang salah ya. Saya termasuk orang yang punya target, sebelum 30, seenggaknya udah hamil. Kenapa? Karena saya punya skoliosis yang bisa bikin kondisi hamil lebih beresiko, jadi ga mau terlalu tua juga hamilnya. Saya juga pengen ketika anak saya udah besar, saya masih ‘nyambung’ diajak jalan, bisa jadi temen ngobrol, temen main juga. Selain itu, harapannya saat anak semakin besar, saya masih di usia produktif juga, masih semangat untuk cari cuan 😀
Akhirnya, setelah sekitar 10 bulan menikah, saya mengajukan resign karena kondisi kesehatan. Sayang sebenarnya, karena di 1 sisi saya sudah enjoy dengan pekerjaan saya, tapi di sisi lain kondisi Kesehatan semakin perlu diperhatikan dengan mengurangi aktivitas-aktivitas yang berat. Setelah resign, saya masih berusaha mencari pekerjaan yang dinamikanya tidak terlalu melelahkan seperti sebelumnya (ya karna mana ada kerjaan yang ga bikin lelah kan yaa wkwk). Sambil menunggu keputusan beberapa perusahaan dalam tahap rekrutmen mereka, saya juga berdoa mohon yang terbaik saat itu, apakah mendapat pekerjaan baru atau Tuhan percayakan manusia mungil di keluarga kami (sembari saya bekerja freelance/by project).
Ternyata Tuhan menjawab doa saya yang kedua. Selang sebulan dari resign, saya hamil. Semenjak saat itu, perburuan mencari pekerjaan baru saya tunda karena sangat besar kemungkinan saya tidak akan diterima dengan kondisi berbadan dua. Saya juga ingin lebih fokus pada kehamilan saya dulu. Jadi, saya hanya menerima pekerjaan / projek yang fleksibel bisa saya lakukan sambil menjalani kehamilan.
Setelah melahirkan, saya banyak sekali belajar mengenai parenting. Saya memang tidak mau anak saya punya inner child yang kurang menyenangkan seperti yang saya alami. Saya berupaya mendampingi dan membesarkan anak saya, dengan lebih banyak menerapkan berbagai teori psikologi anak dan parenting yang telah saya baca, dengan harapan anak saya bisa tumbuh lebih penuh kegembiraan dan lebih baik dibanding saya.
Apakah saya bahagia menjadi Stay-at-Home-Mom?
Sebenarnya ini pertanyaan yang sulit dijawab haha. Banyak perasaan yang saya alami semenjak menjadi seorang SAHM. Dari semua perasaan yang saya rasakan, baik positif maupun negatif, saya bahagia menjadi seorang ibu rumah tangga ++. Perasaan puas dan bahagia ini yang paling besar tentunya dari keluarga saya. Saya bisa melihat dan mendampingi kedua anak saya tumbuh, menjalani masa kecil mereka. Saya bisa mengenal mereka dengan lebih baik dan berharap bisa menjadi ibu yang terbaik untuk mereka. Saya belajar memanajemen waktu untuk mengurus keluarga (menyiapkan bekal suami, memasak untuk anak, merencakan kegiatan untuk anak, menemani anak bermain & belajar, dll), rumah tangga (memasak, menyapu, membereskan rumah, dll), mengembangkan diri saya sendiri (menulis blog, menonton film, membaca buku, dll), dan mencari tambahan pemasukan (mengambil projek freelance dan menjalankan bisnis). Situasi yang menantang ini entah bagaimana malah nyandu di saya hahaha meskipun tentu rasa lelah, pusing, kangen sama situasi waktu masih single dan belum punya anak, seringkali datang, bahkan terkadang sampai menangis.
Di balik semua tanggung jawab menjadi istri dan ibu yang sangat menantang ini, saya selalu berusaha untuk kembali berpikir positif dan itu membuat saya lebih bersyukur dan berbahagia. Belum terbayang lagi dalam benak saya, saya harus kembali mengulang cerita bangun dini hari, naik kereta menuju kantor, dan pulang malam menghadapi keruwetan jalan untuk sampai ke rumah. Itu melelahkan banget lho temen-temen hehe. Salut buat temen-temen yang berjuang di luar rumah untuk bekerja dan pulang ke rumah masih harus mengurus kebutuhan anak dan rumah tangga. Puji Tuhan dengan segala keterbatasan yang keluarga saya alami saat ini, Tuhan masih cukupkan segala keperluan kami. Bukan berarti leha-leha karena Tuhan cukupkan semuanya saat ini ya. Kami, suami dan saya, tetap harus mengusahakan, khususnya kondisi finansial, yang sestabil mungkin. Setiap hari selau berdoa, bersyukur, berkarya, nabung, dan pastinya ngencengin ikat pinggang >,< Semoga kita semua selalu diberi Kesehatan dan kesempatan untuk bisa membersamai keluarga, terlebih anak-anak kita, dengan cara terbaik yang kita bisa lakukan yaa. Gak perlu membandingkan senang atau sedihnya hidup kita dengan orang lain karena keadaan tiap keluarga berbeda. Selalu bersyukur ya teman-teman! Tuhan berkati <3