Mengenalkan Pengelolaan Emosi Sejak Dini pada Anak, Pentingkah?

Di saat orang tua dan anak sama-sama kesulitan untuk mengelola emosi, orang tua akan sulit menyadari siapa sebenarnya anak kita yang hanya seorang manusia kecil. Orang tua akan lebih mudah terbawa suasana untuk marah / berteriak, sama seperti anak, ketika kita lupa bahwa anak kita juga sedang mengalami situasi yang sulit dan emosi yang mereka rasakan itu nyata. Lalu, bagaimana cara yang tepat untuk menghadapi situasi tersebut? Yuk, kita bahas bersama.

Regulasi atau pengelolaan emosi pada anak menjadi salah satu poin penting dalam proses perkembangan anak. Banyak studi menyebutkan bahwa pengelolaan emosi sangat berkaitan dengan perkembangan sosio-emosi dan mengoptimalkan kemampuan anak dalam berbagai area, seperti kemampuan akademis dan peran sosialnya di masyarakat.

Sebaliknya, disregulasi emosi pada anak dapat memberikan pengaruh yang buruk ketika anak memasuki usia remaja dan dewasa.

Bayi masih memiliki keterbatasan dalam mengelola emosi di masa awal kehidupannya. Pada masa inilah, ia akan mempelajari bagaimana berkomunikasi dan mengelola emosi negatifnya, dengan melihat respon figur terdekatnya. Dalam psikologi, proses ini dikenal dengan istilah co-regulation.

Sikap tenang yang kita berikan ketika sedang merespon emosi negatif akan membantu menenangkan anak. Jadi, energi positif yang kita keluarkan itu akan menular ke anak. Begitu juga sebaliknya. Jika kita merespon dengan negatif, anak dapat merasakannya, sehingga luapan emosi yang ia rasakan dapat semakin berkepanjangan dan berdampak negatif untuk perkembangan sosio-emosinya.

Membantu anak mengelola emosinya diawali dengan kesediaan kita untuk memvalidasi emosi anak dan menyediakan lingkungan yang aman bagi anak untuk mengekspresikan emosi yang mereka rasakan. Anak yang secure akan cenderung lebih mampu mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi yang tepat dalam merespon situasi yang tidak mudah.

Validasi Emosi

Proses validasi emosi anak membutuhkan waktu dan bukanlah proses yang mudah. Saya sering mempraktikkannya, tapi sering juga gagal hehe. Ada yang sama?
Berikut ini beberapa tips yang saya praktikkan juga dalam memvalidasi emosi anak.

  1. Berusahalah untuk mendengarkan, bukan menasehati anak. Meskipun mungkin pengennya ngoceh, coba tetap kuatkan hati untuk diam dan dengarkan yang dikatakan anak.
  2. Lakukan perspective taking atau mencoba merasakan berada di posisi anak saat kejadian, lalu berempatilah.
  3. Anggaplah bahwa masalah yang dimiliki anak itu penting, meskipun mungkin tampak sepele untuk kita.
  4. Gunakan teknik reflecting, mengulang kembali apa yang diungkapkan anak tanpa menambahkan saran atau solusi.

Ohya, satu hal lagi nih yang perlu dicatat tentang validasi emosi anak. Banyak orang tua yang curhat kalau mereka gagal memvalidasi emosi anak karena anaknya tetep marah atau nangis. Padahal, tujuan dari validasi emosi bukan untuk menghilangkan emosi itu sendiri, tapi untuk:

  1. Membuat anak menyadari hadirnya sebuah emosi
  2. Menerima kehadiran emosi tersebut
  3. Merasakannya dan bereaksi dengan sadar terhadap emosi tersebut
  4. Menuntaskan emosi keluar dari diri dengan cara yang tidak destruktif dan disadari

Jadi, jangan punya ekspektasi kalau kita memvalidasi emosi anak, semerta-merta anak akan langsung tenang yaa.

Selain tips yang tadi sudah diberikan, ada panduan utama yang perlu diingat dalam proses validasi emosi anak, yaitu:

  1. Acknowledge: mengakui perasaan anak untuk membantunya menyadari emosi apa yang dia rasakan. Menurut psikolog Paul Ekman, ada 6 jenis emosi dasar yang dimiliki manusia, yaitu senang, sedih, takut, marah, terkejut, dan jijik. Bantu anak untuk mengakui emosinya dengan menamai jenis emosi yang sedang dirasakannya.
  2. Allow: Dampingi anak untuk menerima dan membiarkan emosi itu hadir, serta merasakannya hingga tuntas tanpa buru-buru memperbaiki perasaan anak.
  3. Acceptable solution: mengajarkan cara-cara merespon emosi negatif yang baik dan membangun (konstruktif) dengan penuh kesadaran.

Pentingnya Pengelolaan Emosi pada Anak

“Memang kalau sudah bisa mengelola emosinya, menjamin anak kita jadi anak yang baik? anak yang pintar? anak yang sukses?”

“Gak sanggup saya, mom, kalau harus validasi emosi anak begitu, susah yaa. Kesabaran saya cuma setipis tisu dibagi lima.”

Hayoo, parents familiar ga sama kalimat-kalimat itu? Pasti yaa. Kadang kita dengar dari curhatan temen atau bahkan kita mbatin, ngomong ke diri kita, kayaknya aku ga bisa deh.
Yuk semangat lagi yuk, Pak, Buk! Kenapa? Karena ternyata studi menunjukkan bahwa mengajarkan pengelolaan emosi memang banyak membawa pengaruh yang positif untuk proses perkembangan anak.

Pengaruh positif pengelolaan emosi membuat anak lebih mampu untuk melakukan beberapa keterampilan berikut ini, disimak yaa,

  • Mengatur emosi yang kuat, seperti frustasi, rasa gembira, marah, dan rasa malu.
  • Menenangkan diri ketika menghadapi kondisi yang menggembirakan atau sebaliknya, menyebalkan.
  • Fokus dalam mengerjakan suatu tugas.
  • Mengendalikan keinginan atau perilaku impulsif
  • Membantu menyesuaikan diri untuk berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain atau di dalam suatu kelompok individu
  • Lebih mudah mengambil keputusan dan mandiri dalam bersikap

Setelah melihat beberapa pengaruh positifnya, semoga bisa semakin semangat lagi dalam mengenalkan anak terhadap beragam emosi yang dirasakannya ya, Parents. Bukan sulap, bukan juga projek roro jonggrang yang bisa selesai dalam sehari semalam, proses ini butuh waktu.

Jadi gimana nih, menurut Parents mengajarkan anak untuk mengelola emosinya penting gak? Hehe. Coba direnungkan lagi yaa 😀
Semoga kita semua dimampukan-Nya untuk membantu anak kita berkembang dengan lebih baik yaa.
Semangat, PakBuk! 🙂

Sumber:

IG @damarwijayanti
IG @damarwijayanti (1)
www.parentingforbrain.com
www.raisingchildren.net.au

(Visited 22 times, 1 visits today)

Leave a Comment